Minyak… Minyak!

JAKARTA – Pergerakan harga minyak terus menjadi sorotan global. Keputusan kartel negara-negara pengekspor minyak (OPEC) untuk mempertahankan produksi 30 juta barel per hari membuat harga minyak dunia anjlok ke level terendah dalam lima tahun terakhir.

Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika mengatakan, anjloknya harga minyak dunia itu menjadi berkah bagi Indonesia yang merupakan net importer minyak. Imbasnya, beban subsidi pun bakal berkurang. ”Bahkan, pemerintah bisa untung jual premium,” ujarnya seperti dikutip Jawa Pos.

Kardaya memperkirakan, untuk harga minyak di bawah USD 70 per barel, harga keekonomian BBM dengan angka oktan atau RON 88 jenis premium ada di kisaran Rp 7.000–Rp 7.500 per liter, lebih rendah jika dibandingkan dengan harga premium saat ini yang sebesar Rp 8.500 per liter. ”Mestinya ini jadi perhatian pemerintah,” kata dia.

Meski demikian, mantan kepala BP Migas tersebut mengakui bahwa perhitungan harga keekonomian premium bisa memunculkan angka yang berbeda-beda. Sebab, lanjut dia, saat ini BBM dengan angka oktan 88 jarang sekali digunakan di dunia internasional. ”Hanya Indonesia yang masih pakai BBM kualitas rendah ini,” ucapnya.

Sebagai gambaran, BBM jenis pertamax memiliki angka oktan 92 dan pertamax plus beroktan 95. Di Malaysia, BBM dengan kualitas terendah yang dijual dan disubsidi pemerintah sudah menggunakan oktan 95 atau setara dengan pertamax plus.

Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah juga terus memonitor pergerakan harga minyak dunia. Menurut dia, pemerintah memproyeksi harga minyak masih berpotensi rebound atau kembali naik. ”Tapi, kalau misalnya (harga) turun terus, nanti akan ada policy (kebijakan) berikutnya,” ujarnya.

Apakah policy itu berarti penurunan harga BBM? Sofyan enggan menjawab. Yang jelas, lanjut dia, kebijakan kenaikan harga baru diterapkan dalam dua minggu terakhir.

Karena itu, yang dilakukan pemerintah saat ini masih dalam batas wait and see atau menunggu dan melihat situasi minyak di pasar global. ”Pokoknya, kita lihat nanti,” ucap dia.

Harga kumpulan minyak negara-negara OPEC (basket OPEC) Kamis lalu (27/11) sudah menyentuh USD 70,80 per barel. Itu merupakan yang terendah sejak 25 Agustus 2010. Saat itu harga minyak basket OPEC ada di level USD 70,00 per barel.

Sementara itu, harga minyak jenis light crude untuk kontrak pengiriman Desember 2014 sudah menyentuh USD 68,8 per barel. Bahkan, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari 2015sudah merosot hingga USD 66,15 per barel, terendah sejak September 2009.

Terus menurunnya harga minyak tidak membuat pemerintah gegabah menurunkan harga BBM. Menteri ESDM Sudirman Said, misalnya, mengatakan, ada pengkajian harga sesuai dengan harga keekonomian. Tetapi, tidak serta-merta harga BBM diturunkan. Sebab, itu butuh proses yang panjang.

Meski demikian, peluang turunnya harga BBM masih terbuka lebar. Asal, pemerintah tidak kembali memberikan subsidi yang besar. Sebab, pemerintah ingin menggeser anggaran subsidi tersebut ke sektor produktif. ”Patokannya, tidak mungkin harga (BBM) subsidi melewati tarif keekonomian,” ujarnya.

Di Istana Bogor, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro juga tidak mau berandai-andai apakah turunnya harga minyak diikuti dengan revisi harga BBM bersubsidi. Salah satu pertimbangannya adalah prediksi harga minyak dunia tahun depan. ”Nggak tahu saya (apakah harga minyak turun terus). Kami kalau menghitung besaran subsidi harus tahunan, nggak bisa harian,” terangnya.

This entry was posted in Berita and tagged . Bookmark the permalink.

Leave a comment